"Kenapa harus dipasung ??"
"Karena kami sayang "
"Sayang kok dipasung ?"
"Karena kebebasan akan menyakitinya, menyakiti orang lain, yang kemungkinan lebih menyakitinya"
"Tapi kan kasihan..."
"Agar kami tetap bisa merawatnya"
"Cobalah dibebaskan, kasihan kakinya..."
"Bagaimana kalau dia menghilang, bagaimana kalau dia diperkosa orang di jalan, bagaimana kalau dia menyakiti dan malah disakiti lebih keras lagi, siapa yang akan peduli ???"
"Duh....."
"Bagi orang lain, dia adalah sampah. Bagiku dia tetap karunia, selagi Allah masih memberi kekuatan pada kedua tanganku, biarkan ia dirawat dengan caraku"
"Dibawa ke rumah sakit saja yah, pemerintah harus ikut menanggung beban ini"
"Rumah sakit akan menjadikannya angka-angka, mungkin ada obat, tapi tanpa kasih sayang. Biarlah dia bersamaku, merasakan suapan dari tanganku, meski serba kekurangan, tapi banyak kasih sayang"
..............................................................................................................
Dan aku pun tertegun, pada keheningan diantara kami. Sorot mata semua yang ada disitu, menghujam pada ulu hati terdalam. Saat teknis dan teori mati tak berdaya. Udara kering mengalirkan getaran basahnya kepedihan.
Pada punggung tangan tua itu, yang terlihat liat oleh kehidupan. Mengais rupiah demi rupiah di tegalan, demi suapan kehidupan untuk banyak tanggungjawab di rumah. Terlihat begitu dalam, kepasrahan pada kehidupan dan Sang Maha Agung.
Tidak akan Allah menjadikan, tanpa arti .....
Maka dijalaninya hidup dengan tertib....
Bahkan jika tiba-tiba, diri kehilangan juga apa yang menjadi pijakan, hanya sesaat.
Saat Allah mengembalikan diri, maka tanggungjawab itu kembali menggerakan tubuh rentanya.
"Bu.....kuttitipkan, yang terbaik yang kami punya. Rawatlah, dan jangan sia-siakan dia. Kami pasrahkan semua pada ibu"
Air mata mengalir perlahan, menyeruak di keheningan yang semakin membasahkan kasih sayang.
"Saat semua menistakan kami, Allah memberikan tangan kasih sayangnya lewat Ibu. Yang terbaik kami serahkan, biarlah kami melanjutkan hidup, memasrahkan pada garis diri yang telah ditentukan, bersama mereka"
Air mata semakin deras, disertai kegempaan hati yang semakin membuncah. Aku pun tertunduk, dan memberikan janji dengan sorot mata dan pelukan. kata-kata seakan lenyap tak bersisa.
...............................................................................................................
Ya Allah, Ya Karim...
Atas kehendakmu semua ini ada dan terjadi
Tidak pernah ada yang sia-sia pada semua penciptaan dan rencanaMu
Dan pada ketentuanMu, hamba belajar atas hikmah
Ya Allah, Ya Rahman Ya Rahim....
Jangan berikan aku alasan, untuk memalingkan hati dari mereka
Kecuali telah kau tunjuk tangan lain untuk menggantikanku
Tutupkan mata dan hatiku, atas hitungan tak berarti
Datarkan hatiku atas cemooh dan keburukan kata-kata di luar
Luaskan samudera hatiku pada kelimpahan kasih sayangMu
Yang senantia mengalir tanpa henti
Melimpah tanpa hitungan
SesungguhNya, hanya pada kekuatanMu hamba berlindung
Hanya pada ketentuanMu, hamba berserah
Amin Ya Rabbal Alamin...
Banjarmasin, 04 Mei 2012
Pada denting gitar, sayup-sayup REM mengiringi...
"Everybody hurts
Take comfort in your friends.
Everybody hurts
Don't throw your hand. Oh, no
Don't throw your hand
If you feel like you're alone, no, no, no, you are not alone"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar